Contoh lain
Oh begitu ya.
Kalau begitu, apakah Titanigo mengungu Amburegul?
Hm… Kalau melihat dari aturan 2, kalau Amburegul tidak mengungu Titanigo, berarti Titanigo juga tidak mengungu Amburegul!
Validkah argumen Susi? Susi menarik kesimpulan berdasarkan aturan 2.
Susi melakukan kesalahan ketika menyimpulkan L**. Ia melakukan kesesatan berpikir yang disebut kesesatan invers atau denying the antecedent (penolakan terhadap anteseden), seperti pada contoh berikut ini:
Kalau Joni manusia, ia berkaki dua.
Joni ternyata bukan manusia.
Berarti, ia pasti tidak berkaki dua.
Apakah Joni pasti tidak berkaki dua? Bagaimana jika Joni ternyata monyet? Bagaimana jika Joni ternyata bebek? Masih bisa berkaki dua, bukan?
Permasalahan ini juga muncul karena tidak sesuai natur dari implikasi. Kalimat tersebut hanya berbicara keadaan seandainya Joni manusia. Kalimat tersebut tidak membicarakan seandainya Joni bukan manusia. Sehingga ketika diketahui bahwa Joni bukan manusia, berarti konsekuennya bisa benar bisa salah.
Ada dua kemungkinan:
Joni manusia | ⇒ | Joni berkaki dua |
S | S |
Bisa juga:
Joni manusia | ⇒ | Joni berkaki dua |
S | B |
Sehingga kalau kita terburu-buru menyimpulkan bahwa Joni tidak berkaki dua, penarikan kesimpulan kita tidak valid.
Argumen Susi juga demikian. Ia terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan.
Kalau begitu, bagaimana kita akan menjawab pertanyaan itu? Apakah Titanigo mengungu Amburegul? Kita dapat menggunakan pembuktian tak langsung. Asumsikan bahwa Titanigo mengungu Amburegul.
ng(Titanigo, Amburegul)
Kemudian kita periksa konsekuensinya.
Sampai di sini agak mirip dengan argumen Susi, bukan? Mari kita lihat kelanjutannya.
Ini adalah argumen yang valid.
Ternyata, asumsi bahwa Titanigo mengungu Amburegul menelurkan kesimpulan Amburegul mengungu Titanigo.
ng(Amburegul, Titanigo)
Tetapi tunggu dulu ...
Teorema 9 menyatakan bahwa Amburegul tidak mengungu Titanigo. Berarti kedua pernyataan ini kontradiksi.
Agar sistem tetap konsisten, maka salah satu dari mereka harus dibuang. Yang manakah? Teorema 9 dihasilkan dengan pembuktian yang valid. L** juga dihasilkan dengan pembuktian yang valid. Bedanya adalah L** lahir dari hipotesis H0. Jadi H0 adalah sumber kecelakaan kita, yang perlu dibuang.
ng(T, A)
Berarti, H0 salah. Akibatnya kita harus mengatakan bahwa sebaliknyalah yang benar (¬ H0). Inilah teorema 10.
¬ ng(Titanigo, Amburegul)
Jadi sekarang kita sudah memiliki 3 aksioma dan 10 teorema.
ng(Amburegul, Bahrelway)
ng(Bahrelway, Emeseyu)
¬ ng(Bahrelway, Titanigo)
ng(Amburegul, Amburegul)
ng(Bahrelway, Bahrelway)
ng(Emeseyu, Emeseyu)
ng(Titanigo, Titanigo)
ng(Emeseyu, Bahrelway)
ng(Bahrelway, Amburegul)
ng(Amburegul, Emeseyu)
ng(Emeseyu, Amburegul)
¬ ng(Amburegul, Titanigo)
¬ ng(Titanigo, Amburegul)
Amburegul | Bahrelway | Emeseyu | Titanigo | |
---|---|---|---|---|
Amburegul | T1 | A1 | T7 | T9 |
Bahrelway | T6 | T2 | A2 | A3 |
Emeseyu | T8 | T5 | T3 | |
Titanigo | T10 | T4 |
Ada tiga pertanyaan lagi yang masih bisa diajukan, yaitu:
- Apakah Titanigo mengungu Bahrelway?
- Apakah Titanigo mengungu Emeseyu?
- Apakah Emeseyu mengungu Titanigo?
Saya beri bocorannya. Jawaban ketiga pertanyaan tersebut adalah tidak. Namun pembuktiannya dipercayakan kepadamu. Cobalah dengan metode pembuktian langsung maupun tak langsung dan rasakan bedanya.
Dengan mendapatkan jawaban untuk keenambelas pertanyaan yang mungkin diajukan mengenai relasi mereka, berarti graf lengkapnya adalah seperti ini:
Amburegul | Bahrelway | Emeseyu | Titanigo | |
---|---|---|---|---|
Amburegul | T1 | A1 | T7 | T9 |
Bahrelway | T6 | T2 | A2 | A3 |
Emeseyu | T8 | T5 | T3 | T13 |
Titanigo | T10 | T11 | T12 | T4 |
Dalam matematika, kita banyak menggunakan pembuktian tak langsung dengan kontradiksi untuk membuktikan berbagai teorema. Beberapa yang terkenal misalnya:
Berikutnya: Pengetahuan kita telah berkembang