Validitas
Perhatikan bahwa dalam dialog sebelumnya, premis 1 berbunyi, “Semua kadal pasti bisa mengeong.” Sesuatu yang berlawanan dengan kenyataan, bukan?
Dalam logika deduksi, kita lebih mementingkan proses penarikan kesimpulan daripada benar salahnya premis.
Bayangkan deduksi sebagai sebuah mesin, yang kita masukkan premis, lalu akan keluar konklusi. Mesin deduksi tidak peduli dengan kebenaran premis-premisnya, tetapi ia akan menarik kesimpulan yang boleh ditarik saja. Yaitu informasi yang memang sudah terkandung secara pasti dalam premis-premisnya.
Deduksi menyimpulkan informasi yang sudah pasti terkandung dalam premis-premisnya.
Karena mesin deduksi bekerja seperti itu, maka kalau kita memasukkan premis yang benar, outputnya akan dijamin benar. Tidak mungkin salah.
Contoh:
Kalau Heru manusia normal, ia berkaki dua.
Heru manusia normal.
Heru berkaki dua.
Andaikan kita tidak mengenal Heru. Berdasarkan informasi yang terkandung pada premis 1 dan 2, kita boleh yakin bahwa Heru pasti berkaki dua.
Tetapi kalau premisnya salah, maka outputnya tidak dijamin. Berarti, konklusinya mungkin salah juga:
Kalau Heru manusia normal, ia berkaki 10.
Heru manusia normal.
Berarti, Heru berkaki 10.
Tapi mungkin juga benar:
Kalau Heru manusia normal, ia bernama Heru.
Heru manusia normal.
Berarti, ia bernama Heru.
Jadi, dalam pelajaran ini, kamu akan berlatih menarik kesimpulan secara bertanggung jawab. Artinya, kamu belajar menarik kesimpulan yang memang boleh ditarik, dan menghindari menarik kesimpulan yang tak boleh ditarik.
Kalau Jeni tidak menang lomba, ia tidak akan mentraktir kita makan.
Jeni menang lomba.
Berarti, ia harus menraktir kita makan.
Ini adalah contoh kesimpulan yang tak boleh ditarik. Kamu akan menganggap Jeni PHP (Pemberi Harapan Palsu), padahal kamu sendiri yang menarik kesimpulan yang tidak seharusnya ditarik.
Kalau Jeni tidak menang lomba, ia tidak akan menraktir kita makan.
Kenyataannya, Jeni menraktir kita makan.
Berarti, ia pasti menang lomba.
Nah, kalau yang ini, kesimpulannya memang boleh ditarik, karena sudah terkandung dalam premis-premisnya. Penarikan kesimpulan ini disebut logis. Kata lain yang juga sering dipakai adalah sah, sahih, dan valid.
Jadi, aturan apa yang menentukan sebuah kesimpulan boleh ditarik atau tidak? Kita akan mempelajarinya beberapa saat lagi.
Apakah logis/valid/sah sama dengan masuk akal?
- Logis/valid/sah
- kesimpulan memang sudah terkandung dalam premis-premisnya.
- Masuk akal
- baik premis maupun kesimpulan dapat diterima oleh akal kita (sekalipun tidak logis).
Argumen yang logis adalah argumen yang konsisten dan setiap penarikan kesimpulannya sah.
Perhatikan dialog berikut:
Aku tidak bisa percaya Alkitab. Menurutku Alkitab tidak logis.
Tidak logisnya di mana?
Iya, Alkitab menceritakan Yesus mengubah air menjadi anggur. Ada mujizat-mujizat lainnya juga. Mana pernah ada air menjadi anggur? Aku tidak pernah melihatnya. Buat aku, Alkitab tidak logis.
Walaupun Soni mengatakan bahwa Alkitab tidak logis, tetapi kemungkinan besar yang ia maksudkan adalah tidak masuk akal. Soni tidak mengajukan argumen bahwa ada kontradiksi dalam Alkitab. Ia juga tidak menunjukkan bahwa alur penarikan kesimpulan dalam Alkitab tidak dapat dipertanggungjawabkan. Ia hanya menunjukkan bahwa kisah Alkitab berbeda dengan pengalaman dan pengetahuannya selama ini.
Buat aku sih logis. Aku percaya Allah ada dan maha kuasa. Ia yang menciptakan hukum-hukum alam, maka Ia tahu bagaimana meng-hack hukum alam yang ia buat sendiri untuk mengubah air jadi anggur. Bahkan jika diperlukan, Ia sanggup mengubah hukum-hukum alam pada lokasi dan saat tertentu. Itu semua mungkin terjadi karena Allah adalah Allah yang maha kuasa.
Berbeda dengan Soni, Herman menunjukkan alur pemikiran dari premis bahwa Allah ada dan maha kuasa, sehingga hal-hal lain seperti mujizat dengan sendirinya akan mengikuti. Ini berarti Herman benar-benar memaksudkan bahwa Alkitab adalah logis.
Aku tidak percaya Allah seperti itu ada.
Soni tidak dapat setuju dengan premis yang diajukan oleh Herman. Ini tidak masalah. Setiap orang memiliki premisnya sendiri untuk menarik kesimpulan. Ini membuat hal yang masuk akal bagi satu orang tidak tentu masuk akal bagi yang lain. Walaupun demikian, logis tetaplah logis bagi semua orang, entah masuk akal atau tidak.
Apakah argumen Herman menjadi tidak logis karena Soni tidak percaya asumsinya? Tidak. Argumen Herman tetap logis. Namun karena premis Soni berbeda, maka Soni tidak perlu menerima konklusinya juga.
Ini seperti ketika kamu membaca sebuah novel fiksi. Kamu bisa terkagum-kagum dengan alur cerita yang runut dan kompleks, terhubung satu sama lain dan tidak mengandung kontradiksi. Namun pada akhirnya, kamu tahu bahwa itu adalah cerita fiksi. Tidak ada dalam dunia nyata. Ketika kamu berbicara dengan orang yang berbeda kepercayaan, mungkin pemikiran mereka akan terdengar tidak masuk akal untukmu, tetapi pemikiran mereka masih mungkin untuk logis. Ketika kamu tidak setuju, kamu bisa menganggap bahwa kamu sedang berhadapan dengan novel fiksi.
Berikutnya: Menguji validitas dengan tabel kebenaran